Minggu, 15 Januari 2012

SIDANG DEWAN KEHORMATAN KPU SUMSEL

DEWAN KEHORMATAN KPU PROVINSI SUMSEL BERHENTIKAN 3 ANGGOTA KPU

KABUPATEN MUSI BANYUASIN
Pada hari Jum’at tanggal 13 Januari 2012, pukul 10.00 wib, bertempat di Media Centre KPU Provinsi Sumsel, Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sumsel yang beranggotakan DR Zen Zanibar, SH, MH, sebagai Ketua merangkap anggota , Herlambang, SH sebagai Sekretaris merangkap anggota dan Chandra Puspa Mirza sebagai Anggota  telah melaksanakan Sidang Dewan Kehormatan dengan agenda pembacaan Putusan.
Sidang kali ini adalah merupakan kelanjutan Sidang Dewan Kehormatan yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 dan 15 Desember 2011 yang lalu, yang telah melakukan pemeriksaan saksi dan terlapor atas dugaan pelanggaran Kode Etik dalam Proses Perubahan Jumlah alokasi kursi Daerah Pemilihan di Kabupaten Musi Banyuasin pada pelaksanaan Pemilu Legislatif Tahun 2009.
Dalam Amar putusannya  Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sumatera Selatan memutuskan Rekomendasi dalam bentuk ketetapan dan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan KPU No. 38 Tahun 2008, yaitu :
1.         Kadafi, SE sebagai (Ketua merangkap Anggota KPU Kab.Muba) telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Kode Etik dan sumpah/janji, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap proses perubahan atau mendahului perubahan jumlah kursi Dapil di Kab. Muba pada pemilu 2009. Dengan ini Dewan Kehormatan menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua dan Anggota KPU Kab. Muba.
2.         Ir.Erida dan Abubakar AJ, SH (Anggota KPU Kab.Muba) telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Peraturan Kode Etik dan sumpah/janji, sebagai orang yang ikut bertanggung jawab atas proses perubahan atau mendahului perubahan jumlah kursi Dapil di Kab.Muba pada pemilu 2009. Dengan ini Dewan Kehormatan menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Anggota KPU Kab. Muba.
3.         Lukman, BPA dan Wanhar Rozak, SH (Anggota KPU Kab.Muba) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal-pasal peraturan Kode Etik dan sumpah/janji. Tetapi yang bersangkutan sebagai Anggota KPU Kab.Muba memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di KPU.Muba tetapi tidak pernah melaporkan kepada KPU Provinsi. Dengan ini, karena kelalaiannya harus diberikan teguran dan peringatan keras untuk melapor, berkoordinasi dan berkonsultasi dengan KPU Provinsi Sumsel.
4.         Memberikan teguran/peringatan secara tertulis kepada Lukman BPA dan Wanhar Rozak, SH agar dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagai Anggota KPU Muba  selalu berkoordinasi, berkonsultasi dan harus melaporkan pelanggaran administrasi kepada KPU Provinsi Sumsel.

             Menindaklanjuti Rekomendasi Dewan Kehormatan KPU Provinsi dimaksud, Secara Terpisah Ketua KPU Provinsi Sumsel Dra. Hj. Anisatul Mardiah, M.Ag mengatakan akan menjadwalkan dalam Rapat Pleno KPU Provinsi Sumsel pada Hari Selasa tanggal 17 Januari 2012. (Agus HP)

Selasa, 24 Mei 2011

Pengambilan Sumpah janji PNS KPU Sumatera Selatan

110 PNS di Lingkungan Sekretariat KPU se Sumatera Selatan diambil Sumpah

Sebanyak 110 PNS di Lingkungan Sekretariat KPU se Sumatera Selatan diambil Sumpah Janji PNS yang dilaksanakan hari ini, tanggal 24 Mei 2011 oleh Sekretaris KPU Provinsi Sumatera Selatan (Ir. H.M. Anhar Zulkifli) yang dihadiri oleh Ketua KPU Provinsi Sumatera Selatan beserta Anggota dan Sekretaris KPU Kabupaten/Kota se Sumatera Selatan.
Dalam rangka usaha membina Pegawai Negeri Sipil yang bersih, jujur, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat, berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil maka setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, begitu pesan yang disampaikan oleh Sekretaris. Dan Sekretaris mengharapkan, agar setiap Pegawai Negeri Sipil harus menaati sumpah yang diucapkan dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar sumpah/janji tersebut selama masih berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya Sekretaris menjelaskan bahwa seorang Pegawai Negeri Sipil juga dilarang untuk memberikan dukungan kepada peserta Pemilu/Pemilukada, dengan menyampaikan pernyataan tertulis atau memberikan foto copy KTP sebagai syarat dukungan, sebagaimana dijelaskan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Bab II, Butir 3 dan 4. lebih jauh lagi agar para PNS, mematuhi peraturan ini secara optimal dan konsekuen begitu imbuhnya. (Rais 24/05)

Rabu, 23 Februari 2011

Pelantikan PAW Anggota KPU Kab/Kota se Sumsel

KETUA KPU PROVINSI SUMATERA SELATAN LANTIK PAW ANGGOTA KPU KAB/KOTA

Ketua KPU Provinsi Sumatera Selatan Dra. Anisatul Mardiah, M.Ag, Jum’at (18/02) melantik Emi Dheshatika sebagai Anggota KPU Kota Pagar Alam dan Suryandi sebagai Anggota KPU Kabupaten Banyuasin. Pelantikan dilakukan di Gedung KPU Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan pelantikan Armin Nofirman, SE sebagai Anggota KPU Kabupaten Ogan Ilir dilakukan Kamis (17/02) di Gedung LPMP Inderalaya Ogan Ilir.

Pada hari yang sama juga dilakukan pelantikan pejabat Struktural eselon III/a yaitu Joni Martohonan sebagai Pj. Sekretaris KPU Kabupaten Musi banyuasin dan eselon IV/a masing-masing pada Sekretariat KPU Kabupaten OKI dan Sekretariat KPU Kabupaten Muara Enim.

Hadir dalam acara yang berlangsung pukul 10.00 WIB itu Anggota KPU Provinsi Sumatera Selatan, Chandra Puspa Mirza, SH., MH, Drs. Ong Berlian, MM, dan Dra. Kelly Mariana, Sekretaris KPU Provinsi Sumatera Selatan Ir. H.M. Anhar Zulkifli beserta Kabag, Kasubbag dan Staf di lingkungan Sekretariat KPU Provinsi Sumatera Selatan. Hadir juga Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Ogan Ilir, Anggota KPU Kota Pagar Alam serta Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Muba.

Emi Dheshatika, Armin Nofirman dan Suryandi dilantik sebagai Anggota KPU Kota Pagar Alam, Anggota KPU Kabupaten Ogan Ilir dan Anggota KPU Kabupaten Banyuasin berdasarkan Keputusan KPU Provinsi Sumatera Selatan nomor 028/KPTS/KPU.Prov.006/II/2011, nomor 028/KPTS/KPU.Prov.006/II/2011, nomor 028/KPTS/KPU.Prov.006/II/2011 menggantikan pejabat yang lama sebagai tindak lanjut rekomendasi dari Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam sambutannya, Ketua KPU Provinsi Sumatera Selatan mengatakan, Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota KPU Kabupaten/Kota pada hakekatnya adalah mengisi atau melengkapi jabatan yang kosong. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, yang mengatur bahwa pergantian Anggota KPU Kabupaten/Kota dilakukan dengan calon Anggota KPU Kabupaten/Kota urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh KPU Provinsi.

Add caption
Ketua KPU Provinsi berharap kepada Pejabat yang baru dilantik untuk mampu menyikapi berbagai kritikan dengan proporsional. Terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun, agar disikapi secara positif, dengan melakukan perbaikan atau penyempurnaan. Sebaliknya, terhadap kritik yang sifatnya tidak sehat, agar disikapinya secara wajar, dengan hati yang dingin serta penuh kesabaran. Selain itu diminta kepada PAW Anggota KPU Kabupaten/Kota yang baru dilantik untuk dapat beradaptasi dan segera melakukan kosolidasi secara internal maupun eksternal. (rs)



Senin, 31 Januari 2011

PNS Menjadi Wakil Kepala Daerah?


Pemerintah Usulkan Wakil Kepala Daerah dari PNS  


Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, usulan wakil kepala daerah dari pejabat karier itu disebabkan dalam UUD 1945 tak menyebut wakil kepala daerah. "Itu aturan undang-undang saja, tidak menyebut wakil kepala daerah," katanya usai rapat dengan Dewan Perwakilan Daerah, Senin (17/1), di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta.

Gamawan mengatakan usulan ini bertujuan agar dalam pemilihan kepala daerah tidak menimbulkan friksi-friksi yang melibatkan PNS di daerah. Dengan usulan baru ini, diharapkan kepala daerah terpilih mengangkat wakilnya. "Jadi tak satu paket," ujarnya.

Selain agar tak ada friksi, kata Gamawan, aturan ini juga bertujuan agar kepala daerah yang telah menjabat dua kali tidak mencalonkan diri untuk posisi wakil kepala daerah. Usulan ini sekaligus untuk mempertegas ketentuan Pasal 110 ayat (3) UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Di situ disebutkan, “Kepala daerah dan wakil kepala daerah memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak pelantikan, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya satu kali masa jabatan.”

Menurut Gamawan ketentuan ‘dalam jabatan yang sama’ dijadikan celah mantan kepala daerah yang telah menjabat dua kali untuk mencalonkan di posisi wakil. "Ini dilakukan Bambang DH, Wakil Walikota Surabaya, yang semestinya secara etika berpemerintahan tidak harus terjadi,” kata Gamawan. (Diposkan Agus HP)

Calon Gubernur Siapa Yang Pilih?

POLITIK - PILKADA
Minggu, 30 Januari 2011 , 22:44:00
(Diposting : Agus HP)

JAKARTA - Usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) agar Gubernur dipilih oleh DPRD memunculkan kekhawatiran baru. Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Kacung Marijan, khawatir akan adanya pembajakan kekuasaan rakyat jika nantinya gubernur dipilih DPRD lagi.

Berbicara dalam diskusi bertema "Gubernur, Siapa yang Pilih?" di Kantor DPP PKB di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (30/1), Kacung mengatakan, meski DPRD adalah wakil rakyat namun belum tentu pilihan rakyat sama dengan DPRD. Akibatnya, legitimasi kepala daerah yang dipilih DPRD pun tak sekuat pilihan rakyat.

"Sudah banyak contoh, ada hijacking (pembajakan) kekuasaan dari rakyat oleh DPRD. Banyak kasus saat pilkada oleh DPRD, keinginan rakyat berbeda dengan keinginan elit politik ataupun politisi di DPRD. Karena yang memilih DPRD, akhirnya yang jadi juga pilihan DPRD, bukan pilihan rakyat. Legitimasinya pun beda," kata Kacung

Selain Kacung, hadir pula dalam diskusi itu Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD pada Direktorat Jendral Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri, Dodi Riatmaji dan anggota Komisi II dari PKB Malik Haramain. Dalam diskusi yang dipandu mantan asisten pribadi Gus Dur, Bambang Susanto itu, Kacung juga mengatakan, alasan efisiensi dan menekan politik uang belum cukup dijadikan dasar untuk pemilihan gubernur oleh DPRD.

Kacung menegaskan bahwa efisiensi jangan sampai melanggar esensi demokrasi.  Sebab, efisiensi lebih pada persoalan pasar politik. "Sedangkan demokrasi itu menyangkut keadilan. Ini beda, demokrasi itu masalah keadilan, termasuk dalam hal distribusi dan alokasi," ucapnya.

Kacung yang juga salah satu ketua di PBNU itu menambahkan, jika hanya untuk mencegah money politic maka sebenarnya bisa diatasi dengan penegakan hukum yang konsisten. "Moral hazard itu bisa direduksi dengan aturan yang tegas," ucapnya.

Karenanya Kacung menganggap keinginan pemerintah untuk mengembalikan pemilihan Gubernur dari secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan di DPRD, sama saja dengan langkah mundur. "Dulu kan katanya ingin lepas dari mulut harimau. Dengan Pilkada langsung katanya malah masuk ke mulut buaya. Tapi kenapa harus balik lagi ke muliut harimau?" ulasnya.

Sedangkan Malik Haramain mengatakan, persoalan inefisiensi sebenarnya bisa disiasati dengan menggelar Pemilukada secara serentak. Ia mencontohkan Pemilukada di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang digelar serentak termasuk pemilihan gubernurnya.

Menurut Haramain, ada 20 lebih kabupaten/kota di NAD yang menggelar Pemilukada bersamaan dengan Pemilihan Gubernur. "Biaya yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 38 miliar. Itu jauh sangat efisien," ucapnya seraya mengatakan, PKB lebih memilih Pemilihan Gubernur tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, namun digelar secara serentak secara nasional.(ara/jpnn)

Kamis, 27 Januari 2011

Incumbent Harus Mundur

Berita Depdagri

Monday, 17 January 2011 18:29:32
Diajukan Lagi, Klausul Incumbent Harus Mundur
Kategori: Berita Depdagri(95 view)
Klausul ini telah dimasukkan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang sedang disusun pemerintah. “Pertimbangannya, incumbent bisa melakukan dan memanfaatkan banyak hal demi pemenangannya dalam pilkada. Hal ini khususnya demi kepentingan kampanye. Karena itu,idealnya incumbentmemang harus mundur,”papar Gamawan di Jakarta akhir pekan lalu.
Dia mencontohkan, kepala daerah yang berniat mencalonkan diri lagi bisa menaikkan atau mengintensifkan pengucuran berbagai program bantuan sosial setahun atau dua tahun menjelang pilkada untuk menggalang simpati masyarakat. Banyak pula terjadi kepala daerah mendadak rajin keliling membagi-bagikan bantuan dengan program daerah dan uang negara seolah-olah semua bersumber dari koceknya sendiri.
Gamawan mengingatkan, aturan calon incumbent harus mundur pernah ada dalam Pasal 58 huruf q UU No 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).Ayat itu berbunyi “Kepala daerah dan/ atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatan masingmasing diminta mengundurkan diri sejak pendaftaran untuk bisa kembali maju dalam pilkada”.
Namun, aturan ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) saat memutuskan perkara uji materiil dengan alasan menimbulkan ketidakpastian hukum atas masa jabatan kepala daerah, yakni selama lima tahun serta memunculkan perlakuan berbeda kepada sesama pejabat negara sehingga tidak sesuai Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945. Karena itu, lanjut Gamawan, pihaknya telah menyiapkan berbagai pertimbangan dan alasan baru agar klausul ini bisa masuk dalam UU Pilkada.
“Alasan dan pertimbangan pemerintah tentu sangat rasional,objektif, dan sesuai fakta,”tutur mantan Gubernur Sumatera Barat ini. Dia menambahkan,dalam draf RUU Pilkada, kewajiban bagi incumbent untuk mundur tidak hanya berlaku bagi kepala daerah yang maju untuk posisi yang sama di daerahnya, tapi juga bagi mereka yang akan menjadi calon di daerah lain bahkan di tingkat yang lebih tinggi. “Misalnya, ada bupati yang ingin menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.
Dia tetap harus mundur dulu.Kalau tidak mundur, pilkada seperti undian berhadiah. Padahal, setiap pilihan politik ada konsekuensi,”papar Gamawan. Sementara itu,anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengaku sepakat dengan kewajiban bagi incumbent untuk mundur sebelum maju lagi dalam pilkada. Menurut Arif, berbagai pelanggaran yang terjadi pada tahapan pilkada banyak dilakukan calon incumbent.Sebab, mereka sangat leluasa memanfaatkan jabatan dan kedudukannya.

Meski demikian, Arif berharap agar klausul ini dilengkapi larangan bagi kepala daerah untuk mencalonkan diri di daerah lain. “Usulan Mendagri cukup bagus, tapi kurang progresif.Kepala daerah harus memegang tanggung jawab kepada rakyat atas jabatannya. Kalau ada bupati maju menjadi calon gubernur, itu namanya tidak menjalankan amanat rakyat yang telah memilih”tandasnya.
Sementara itu,Direktur Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay justru menolak kewajiban incumbent untuk mundur. Menurut dia, regulasi yang harus dibenahi bukan kewajiban mundur bagi incumbent, melainkan regulasi menyangkut larangan bagi incumbent.“Incumbent tidak akan bisa melakukan pelanggaran bila aturannya tegas memberi batasan bagi mereka.Aturan inilah yang harus dikuatkan, bukan incumbent harus mundur dulu,”paparnya.
Sebelumnya,Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow mengatakan, keikutsertaan incumbent dalam pilkada sangat berpotensi menghasilkan kepala daerah terpilih yang korup. Untuk keperluan pemenangan, incumbent menggunakan berbagai cara agar dapat menggunakan uang rakyat dari APBD/APBN maupun pos-pos lain.
Dia menyebutkan ada tiga incumbent yang berhasil menjadi kepala daerah terpilih, tapi ditahan dan akhirnya terpaksa diberhentikan. Fenomena ini membuat suara rakyat “hangus”. Ketiga kepala daerah itu adalah Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin, Bupati Lampung Timur Satono, dan Wali Kota Tomohon Jefferson Rumajar. Belakangan, Mendagri membatalkan pemberhentian Satono karena PN Tanjung Karang,Lampung, memutuskan yang bersangkutan tidak lagi berstatus terdakwa. (mohammad sahlan) (diposkan oleh : Agus HP)